Tuntutan Serikat Karyawan Perum Percetakan Negara (PNRI)

By gladwin | January 13, 2011

Serikat Karyawan Perum Percetakan Negara RI mendesak agar Kementerian BUMN segera mengganti direksi perseroan. Para karyawan merasa, di bawah manajemen baru, perusahaan terindikasi dikelola secara tidak profesional. Akibatnya, kesejahteraan pekerja menjadi penuh ketidakpastian.

Ketua Umum Serikat Karyawan Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Sutisna mengatakan itu saat bersama puluhan anggotanya mengunjungi Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (12/1).

Serikat karyawan, yang mengatasnamakan 300 pegawai PNRI, ini menyampaikan aspirasinya kepada Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Irnanda Laksanawan.

Ini konsolidasi karyawan yang ketiga terkait persoalan ini. Sebelumnya, dua kali serikat karyawan menggelar demonstrasi, yakni pada 17 Juni 2010 di lingkungan perusahaan dan 8 November 2010 di Kementerian BUMN.

Menurut Sutisna, ada dua tuntutan karyawan kepada Kementerian BUMN. Pertama, jajaran manajemen level direksi agar segera dirombak dan diganti dengan yang lebih profesional. Sebab, manajemen pengelolaan saat ini terindikasi dapat mengancam pertumbuhan perusahaan dan kesejahteraan karyawan.

Direksi saat ini adalah manajemen baru yang mulai bekerja per Maret 2009. Di bawah direksi baru, ujar Sutisna, pendapatan usaha perseroan di 2010 tidak mencapai target, yakni hanya Rp45 miliar dari target di Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar Rp102 miliar.

Menurut Sutisna, ini karena sejak ditangani manajemen baru, keputusan direksi untuk melakukan suborder proyek tidak mempertimbangkan studi kelayakan di dalam. Akibatnya, hanya 10% nilai proyek yang dikerjakan internal, sementara sisanya disuborderkan.

Ini berbeda dengan pola pengelolaan direksi lama. Setiap ada proyek, direksi berkonsolidasi dengan karyawan untuk memastikan berapa kesanggupan perseroan, kemudian sisanya baru disuborderkan ke swasta.

“Kalau begini terus kan, karyawan yang jadi korban karena perusahaan susah maju. Kalau dibiarkan, kami takut akhirnya bernasib seperti karyawan Djakarta Lloyd (Persero) yang sampai empat bulan ga gajian. Di sana bahkan sampai ada karyawan yang jadi pedagang asongan hanya demi menyambung hidup,” ujarnya. (AW/OL-9) – media indonesia