Kementerian Pendidikan Nasional akan mengurangi penerimaan calon guru dan dosen. Adapun penerimaan terhadap tenaga administrasi, sama sekali dihentikan mulai tahun ini.
“Mulai bulan ini, penerimaan tenaga administrasi distop sama sekali. Yang masih terbuka adalah rekrutmen calon guru dan dosen. Namun itu dilakukan setelah melalui seleksi yang sangat ketat,” kata Mendiknas Mohammad Nuh usai buka puasa di kantornya, Kamis (18/8).
Menurutnya, moratorium di Kemdiknas hanya untuk pegawai non fungsional. Oleh karena itu, rekrutmen terhadap guru dan dosen masih bisa berjalan. Namun demikian, harus disesuaikan dengan bidang yang benar-benar dibutuhkan.
“Bila ada daerah yang mengajukan sejumlah guru, maka harus dilihat betul. Kita juga akan melakukan kroscek dengan data yang ada. Jika mengajukan 100 guru namun faktanya daerah tersebut hanya membutuhkan 20 orang, maka jumlah tersebut yang akan kami penuhi,” ujarnya.
Dia kembali menegaskan, penerimaan calon guru dan dosen baru dilakukan dengan sangat selektif. Sehingga, bila daerah membutuhkan kemudian langsung dipenuhi. Yang jelas, persyaratan kualifikasi awal hingga kompetisi harus dipenuhi.
“Mereka yang saat ini semester VII-VIII di sejumlah LPTK, kami tawarkan untuk menjadi guru. Tidak hanya itu, mereka akan dites dan diasramakan,” imbuhnya.
Tempat Praktik
Setelah itu, mereka akan diberi tempat praktik di pelosok negeri. Setelah lulus, mereka sudah memiliki sertifikat. Sehingga tidak perlu lagi ada sertifikasi. Ini berbeda dengan yang sekarang berlaku, dimana para guru lulus, mengajar baru sertifikasi.
Meski demikian, Nuh mengaku tidak ingat komposisi antara jumlah pegawai fungsional dengan guru atau dosen. Menurutnya, moratorium hanya masalah prioritas. “Sebab, jangan sampai satu sisi distop, namun di sisi lain ditambah. Untuk sementara, kami stop dulu. Moratorium juga tidak sampai akhir hayat kok,” kilahnya.
Dia menjelaskan, pengeluaran untuk gaji guru menghabiskan sekitar 60 persen dari sekitar Rp 280 triliun anggaran fungsi pendidikan. Namun menurutnya, besarnya anggaran bukan penyebab moratorium, melainkan konsekuensi dari banyaknya pegawai.
“Ruhnya adalah efisiensi, sehingga tidak menimbulkan beban biaya. Bila ada 100 pegawai yang mengundurkan diri, maka kami tidak lantas mengangkat 100 pegawai baru. Kebanyakan orang justru akan menganggu,” tukasnya. Ref : suara merdeka