Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional Mendesak Transparansi Rekrutmen CPNS

By gladwin | March 5, 2013

Transparansi Rekrutmen CPNS – Sudah saatnya dalam rekrutmen CPNS harus transparan. Tidak boleh ada yang ditutup tutupi lagi. Pembersihan rekrutmen CPNS baru dari praktek suap semakin gencar. Tim komite pengarah reformasi birokrasi nasional meminta pemerintah segera menuntaskan pengalihan status pejabat pembina kepegawaian dari pejabat politik ke PNS karir.

Desakan itu disuarakan oleh Wakil Ketua Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional, Sofian Effendi. Mantan rektor UGM itu mengatakan, praktek suap dalam seleksi CPNS baru muncul karena dekatnya agenda rutin ini dengan aspek politik daerah. “Bagaimana tidak kental politiknya, kalau penetapan dan pengangkatan CPNS baru ada di tangan kepala daerah yang notabene pejabat politik,” katanya.

Sofian menuturkan jika pengalihan wewenang pejabat kepegawaian ini tertuang dalam Rancanan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). Dia menyebutkan jika RUU ini masih dibahas bersama antara DPR dan pemerintah. “Setelah pejabat pembina kepegawaian ini dipegang PNS karir, mudah-mudahan intervensi politik dalam rekrutmen CPNS baru tidak terjadi lagi,” kata dia.

Menurut Sofian, posisi PNS karir di dearah yang bertugas sebagai pejabat pembina kepegawaian nantinya adalah para sekrearis daerah (sekda) kabupaten, kota, dan provinsi. Memang para sekda ini masih berpotensi tetap bisa diintervensi kepala daerah. Tetapi Sofian mengatakan jika kinerja para sekda ini nantinya akan dikontrol ketat oleh komisi pengawas aparatur sipil negara (KASN).

Sofian mengatakan jika peluang terjadi rekrutmen CPNS besar-besaran bakal terjadi pada 2015 nanti. Pasalnya pada tahun tersebut, Indonesia mengalami ledakan jumlah PNS yang pensiun. Dia memperkirakaan saat ini ada 2,5 juta PNS yang pensiun.

Untuk menambal para PNS yang pensiun itu, Sofian mengatakan pemerintah juga menyiapkan skenario baru. Yakni tidak langsung membagi-bagikan kuota CPNS baru langsung ke instansi daerah atau pusat untuk ditetapkan sendiri formasinya.

Sebaliknya setiap instansi harus melapor kebutuhan formasi CPNS baru, baru setelah itu pemerintah pusat menetapkan kuotanya. “Tentu melalui analisis yang ketat,” katanya.

Sofian sebelumnya pernah melontarkan jika praktek suap dalam rekrutmen CPNS kian menjadi-jadi. Dia memperkirakan jika nilai transasksi suap dalam agenda tahunan itu mencapai Rp 35 triliun. Bagi Sofian, masa penerimaan CPNS baru tidak ubahnya seperti ATM bagi kepala daerah.

Agenda besar reformasi birokrasi, menurut Sofian, harus benar-benar bisa menghilangkan praktek suap dalam penerimaan CPNS baru. Sebab jika praktek ini terus terjadi, integriatas kinerja para CPNS yang masuknya dengan suap tidak akan baik. Para CPNS yang masuk dengan suap itu bakal berpikir untuk segera mengembalikan modalnya. (wan/JPNN)