Privatisasi BUMN – Rencana pemerintah melakukan privatisasi empat BUMN yakni PT Kimia Farma, PT INTI, PT Industri Sandang, dan PT Industri Gelas pada tahun 2012 terancam batal. Pasalnya, ada penolakan dari salah satu fraksi di Komisi VI DPR.
Anggota Fraksi Gerindra, Eddy Prabowo, usai mengikuti Rapat Panja Privatisasi Komisi VI DPR dengan Deputi Kementerian BUMN, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (26/9), mengatakan, fraksi Gerindra menolak untuk dilakukan privatisasi 4 BUMN, karena hanya akan menguntungkan segelintir pihak, bukan kepada BUMN yang bersangkutan.
Menurut Eddy, saat ini pola penyehatan BUMN sebaiknya tidak dilakukan lewat privatisasi, tapi lebih kepada bagaimana upaya mengoptimalkan bisnis perusahaan.
Diketahui rencana privatisasi empat BUMN tersebut tertuang dalam Program Tahunan Privatisasi Tahun 2012 yang telah mendapat arahan dari Komite Privatisasi melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Nomor: Kep-06/M.Ekon/01/2012 tanggal 31 Januari 2012.
Selain itu juga telah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan melalui surat Nomor: S-69/MK.06/2012 tanggal 31 Januaru 2012.
Selanjutnya rencana privatisasi tersebut melalui serangkaian rapat sudah dibahas oleh Menteri BUMN dengan DPR-RI dalam Rapat Konsultasi dengan Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi BI, Pimpinan Komisi XI.
Dalam dokumen privatisasi itu disebutkan, PT Kimia Farma Tbk akan dilakukan melalui pola penerbitan saham baru (right issue) sebanyak maksimal 20 persen di pasar modal.
Privatisasi PT Inti dilakukan dengan menerbitkan dan menjual saham baru maksimal 49 persen kepada investor strategis (strategic sale) yang diutamakan kepada BUMN lain yang saling berkaitan atau bisnis sejenis.
PT Industri Sandang dilakukan dengan menjual seluruh atau 100 persen saham negara kepada investor strategis (strategic sale) yang diutamakan kepada BUMN lain.
Sedangkan PT Industri Gelas diarahkan untuk melepas kepemilikan saham negara sebanyak 63,82 persen kepada juga kepada BUMN lain.
Sesungguhnya menurut Prabowo, semangat apapun untuk membesarkan BUMN pihaknya akan mendukung tetapi bukan melalui privatisasi.
“Saat ini kita belum siap untuk melakukan privatisasi, karena pada akhirnya nanti kelompok-kelompok tertentu yang untung bukan masyarakat luas,” tegasnya.
Ia menambahkan, BUMN seharusnya diarahkan untuk melakukan efisiensi, optimalisasi bisnis yang dapat didukung dengan pencarian dana dari perbankan BUMN, termasuk memungkinkan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN.
“PMN sangat memungkinkan. Termasuk pencarian dana dari 6 Bank BUMN. Selama ini Bank BUMN menyalurkan kredit kepada swasta dalam jumlah besar, sementara kepada BUMN yang benar-benar milik negara tidak mendapat perhatian,” ujarnya.
Kebutuhan dana untuk Kimia Farma hanya sekitar Rp1,3 triliun, seharusnya sangat layak diupayakan dari PMN atau dari pinjaman perbankan. Sesungguhnya dalam mengelola BUMN itu adalah masalah prospektif saja.
“Jika perusahaan itu tidak memiliki prospektif yang baik ya, dibubarkan saja, untuk apa melanjutkan perusahaan yang tidak memiliki kejelasan bisnis,” ujarnya. Ref:E-8]/suarapembaruan