Rencana pemerintah membuka penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dari tingkat Sekolah Menenngah Atas (SMA) dinilai harus dipertimbangkan secara matang. Jika tidak, justru akan menyuburkan praktik curang.
Apalagi untuk pengangkatan honorer di Lampung saja, terindikasi terjadi kecurangan. Ini terlihat dari jumlah honorer kategori satu yang berbeda dengan yang diumumkan pemerintah.
Ketua Komisi I DPRD Lampung,Ismed Roni, mengatakan, wacana lulusan SMA bisa mendaftar CPNS perlu dikaji secara matang. Terutama, untuk memastikan apakah apakah kebijakan itu memang sesuai kebutuhan. Jika wacana itu tidak melalui pertimbangan matang, dikhawatirkan justru akan menyuburkan praktik curang.
Untuk honorer saja, lanjutnya, setiap kabupaten/kota jumlah honorer katagori satu yang diterima berbeda dengan apa yang diumumkan kemudian.Hal ini, menunjukan jika ada indikasi masalah yang mendasar.
Namun, Ismed Roni mengaku belum melakukan pertemuan dengan BKD Provinsi guna membahas masalah penerimaan honor ini lebih lanjut.
“Kami belum membahasnya lebih lanjut. Tapi apabila nantinya ada data yang menyebutkan bahwa penerimaan berbeda dengan apa yang diumumkan, kami minta masyarakat termasuk jurnalis untuk membantu mengawasinya,” ujar politisi Partai Golkar ini.
Ismed Roni berjanji, akan mengusut tuntas kesimpangsiuran pengumuman ini dengan mempertanyakan ke BKD. “Pasti kami tindak lanjut.Kami tidak mau pegawai honor menjadi resah menunggu,” ungkapnya.
Terpisah Sekertaris BKD Provinsi Lampung, Hajairin Umar, mengatakan, pihaknya belum menerima Peraturan Pemerintah terkait penerimaan CPNS, termasuk dari SMA, tenaga dokter maupun tenaga perawat.
Sehingga pihaknya belum bisa menyikapi persoalan tersebut secara baik. ‘Harus ada payung hukumnya dulu. Sampai saat ini kita belum terima,” ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah memberi angin segar lulusan SMA yang masih berpeluang menjadi CPNS. Pasalnya, banyak di daerah terisolir dan pulau terluar kekurangan SDM yang berkualifikasi diploma maupun sarjana.
“Hasrat pemerintah memang ingin meningkatkan mutu PNS dengan cara menetapkan standar diploma maupun sarjana bagi pelamar CPNS. Namun, dalam jangka pendek langkah tersebut masih sulit dilakukan. Mengingat keterbatasan SDM,” kata Deputi SDM Bidang Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ramli Naibaho.
Ia mengakuinya, di dalam RUU Aparatur Sipil Negara (ASN), ada ketentuan untuk tenaga teknis tidak lagi harus di-PNS-kan. Melainkan diambil dari tenaga outsourching atau pegawai tidak tetap (PTT).
Namun ketentuan itu tidak mengikat. Jika ada tenaga teknis yang tidak bisa diambil dari PTT atau outsourching, bisa diberikan pada lulusan SMK, SMEA, SMA plus keahlian atau diploma.
“Itu artinya, pemda bisa mengajukan kebutuhan pegawai teknis dari lulusan SMA. Tapi tidak semua pemda bisa begitu. Hanya yang daerah terpencil saja,” tegasnya.
Menurut Ramli, dalam masa moratorium, tidak ada larangan bagi instansi pusat maupun daerah untuk menambah pegawai. Tapi instansi diminta menghitung kembali kebutuhan pegawai yang riil. Ref:mor/inilah.com